Ketika Hati Harus Mengalah

Pada suatu kesempatan Reta mendapat tugas untuk observasi lapangan untuk kegiatan.
Kali ini Reta mendapat tugas yang mengharuskan berkolaborasi dengan Diru selaku ketuanya.
Mereka sangat canggung, namun mereka tidak terlalu memikirkan perasaaan masing masing. Karena mereka tau hal itu akan mengganggu keseriusan dalam berOrganisasi.
Sesekali mereka saling curi pandang, namun kali ini mereka ketahuan saling memandang dan akhirnya Diru memulai berbicara.
Dengan wajah yang memerah dan degupan jantung yang tidak bisa disembunyikan, dia memulai perbincangan,
“Reta, bagaimana hasil observasinya? Sudah selesai dan cocok kan untuk kegiatan?
“Dengan wajah malu-malu dan sedikit meledek Diru, Reta menjawabnya,
“Sudah pak Ketua, tempat ini sangat luas dan memadai fasilitasnya.
“Diru sangat yakin dengan jawaban Reta.

Hari demi hari berlalu, kegiatan pun akan segera dilaksanakan.
Kali ini Reta dan Sofi kembali disatukan diatas panggung dan menjadi MC di acara tersebut. Kali ini Sofi yang kagum dengan Diru.
Dia dibuat ternganga oleh penampilan Diru yang bak pangeran.
Diru menyampaikan sambutan dengan jelas dan bermakna.
Hal ini semakin membuat Sofi kagum dengannya. Ia bergumam dalam hati,
“Sungguh pintar.
Acara demi acara pun sudah berlalu. Semua kegiatan bisa terlaksana dengan lancar dan sesuai rencana.
Evaluasipun tetap ada setelah acara selesai.

Tiba pada suatu waktu yang sangat mendebarkan sekaligus hal yang menyedihkan untuk Sofi. Waktu itu seusai acara, Diru meminta Reta untuk menemuinya di taman. Secara diam-diam Sofi mengikuti Reta.
Karena ia curiga dengan sahabatnya yang akhir-akhir ini tingkah lakunya aneh yang melihat Hp dengan senyum senyum dan bucin (bahasa gaul anak sekarang).
Setiba di taman Sofi sangat syok melihat dan mendengar pengakuan Diru yang menaruh rasa pada Reta.
Sofi segera meninggalkan taman dan berlari ke balkon.

Artikel Terkait:   Nestapa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *